Crowdfunding
mulai marak beberapa tahun belakangan ini. Simpelnya, konsep ini bisa
disebut dengan patungan. Hal ini berguna bagi bisnis atau proyek sosial
yang kesulitan mencari modal. Crowdfunding adalah contoh modal
eksternal sebagai alternatif dari modal pinjaman ke bank. Intinya,
puluhan hingga ratusan orang menggalang dana untuk mewujudkan sebuah
proyek.
Tidak ada istilah ‘penjual’ dan ‘pembeli’ pada crowdfunding. Mereka menggunakan istilah creatorsalias pencipta, backers alias pendukung atau pemodal, projects alias proyek, dan pledges alias janji. Bahkan sebuah proyek bisa saja gagal, karena yang didukung adalah seorang creative person bukan seorang pengusaha.
Sedangkan tipe crowdfunding ternyata ada empat macam, yaitu sebagai berikut:
1. Equity-based Crowdfunding.
Model ini
paling besar meraup uang dan biasanya digunakan pada produk-produk
digital. Para pendukung akan mendapatkan saham atasproyek tersebut.
Nantinya mereka akan mendapatkan bagi hasil sesuai dengan perjanjian
yang telah disepakati.
2. Lending-based Crowdfunding.
Pada model ini para donatur akan menerima bagi hasil dalam jangka waktu tertentu dengan pengembalian uang yang di setorkan.
3. Reward-based Crowdfunding.
Model ini
yang paling banyak ada di Indonesia, pendukung akan mendapatkan reward
yang berupa non-uang atas donasi nya. Bisa berupa barang, plakat, maupun
ucapan terima kasih yang disebar melalui social media.
4. Donation-based Crowdfunding.
Model ini
tidak bedanya dengan sedekah. Pendukung tidak mengharapkan kompensasi
apapun atas dukungannya terhadap proyek tersebut.
Di Indonesia, model crowdfunding yang dilakukan dapat menggabungkan antara segmen sosial, pelestarian, dan inovasi. Model crowdfunding yang seperti itu akan mudah diimplementasikan di Indonesia.
Crowdfunding biasanya
menggunakan situs sebagai wadah penggalangan dananya. Situs tersebut
menampung ide-ide dari pencipta, para calon pendukung cukup melihat
proyeknya dari situs tersebut. Situs crowdfunding terbesar di
dunia adalah Kickstarter, sedangkan di Indonesia ada beberapa situs yang
serupa, seperti kita bisa, Wujudkan, dan Bursa Ide. Berikut 10 situs crowdfunding yang menjadi pilihan forbes:
1. Kickstarter
2. Indiegogo
3. Crowdfunder
4. RocketHub
5. Crowdrise
6. Somolend
7. Appbackr
8. AngelList
9. Invested.in
10. Quirky
Setiap situs diatas memiliki fokus dan ciri khasnya masing-masing. Begitu pula dengan situs crowdfunding
di Indonesia. Mengambil contoh kasus situs kitabisa.co.id yang masih
terbilang baru di Indonesia. Sudah ada 15 proyek yang di dukung kita
bisa dalam waktu kurang dari setahun. Tujuh proyek dari 15 proyek sudah
terealisasikan dengan total dana terkumpul lebih dari 400 juta. Hal ini
membuktikan bahwa besarnya potensi berkembangnya crowdfunding di Indonesia.
Lalu
bagaimana potensinya untuk pendanaan bisnis, khususnya UKM? Menurut
Yuswohadi, dalam majalah Youth Marketers, belum siap karena tidak ada
aturan yang jelas. Bila hanya untuk kegiatan pendanaan yang sukarela
tidak mengapa, tetapi bila komersil maka harus ada aturan yang jelas
tentang imbal hasilnya. Aturan itu yang belum ada di Indonesia. karena
tanpa ada aturan akan sangat rawan penyalahgunaan.
UKM bisa menggunakan crowdfunding untuk kegiatan sosial yang lebih mengarah kepada kegiatan branding. Salah satu metode untuk branding adalah menciptakan social value. Ini bukan lagi soal uang atau modal, tapi tentang kekuatan ide dari sebuah proyek yang dibawakan lewat jalur crowdfunding.
Ada empat faktor keberhasilan dari sebuah proyek crowdfunding.
Pertama, narasi yang jelas menceritakan nilai dari proyek tersebut.
Kedua, manfaat yang dapat dirasakan banyak pihak sehingga pendukung
merasa harus merealisasikan proyek tersebut. Ketiga, proses kampanye
yang menggugah dan tepat sasaran pada awal waktu dimulainya proses
pengumpulan dana. Terakhir, Realisasi proyek dan janji yang sesuai
dengan rencana agar pendukung tidak merasa kecewa dan tetap percaya.
Lalu, kapankah UKM bisa menggunakan crowdfunding untuk pendanaan komersil? Tentunya ketika aturan mainnya sudah jelas di Indonesia. Bagaimana menurut Anda?